Casillas Punya Alasan Untuk (Masih) Menangis

Ia mendedikasikan kariernya sebagai pemain dengan satu klub yang ia cintai sejak kecil. Sebelum waktu dan keadaan memisahkan keduanya. Ia lahir di Mosteles, Madrid dan mengarungi beberapa tahun masa kecilnya di Basque. Namun ia memilih untuk menganggap Madrid sebagai kampung halaman utamanya.
Dengan perjalanan panjang lebih dari 20 tahun bersama, Casillas tahu bagaimana harus bersikap terhadap klub sebesar Real Madrid. Casillas layak mendapatkan applause meriah atas semua yang telah diberikan serta prestasi besar yang ia raih. Betapa tidak layak meragukan cintanya kepada Real Madrid. Ia adalah bagian dari klub dan menjadi salah satu legenda yang layak dikenang bertahun-tahun kemudian.
Air mata perpisahan kepergiannya ke Porto 2 tahun lalu masih terasa perihnya sampai kini. Ia menolak diadakan pesta untuk kepergiannya. Ia menjalani konferensi pers tanpa management klub, tanpa pemain, dan tanpa pertanyaan wartawan. Ia ditemani kesedihan dan air mata serta segelas air bening yang menyela ujarnya yang terbata-bata.
Barangkali tidak pernah ada keinginan sama sekali untuk melangkah keluar dari klub yang telah memberikannya waktu dan kesempatan untuk menjadi salah satu kiper terbaik di dunia jika keadaan tidak memaksannya. Keputusan managemen madrid serta kebijakan pelatih yang merotasinya dengan Diego Lopez serta Keylor Navas mungkin ia harapkan bisa berhenti dengan bertahan. Tetapi waktu terus berjalan. Nyatanya Casillas bukan sosok yang layak dipandang sebelah mata dan disingkirkan dari skuad utama. Ia tentu sangat memahaminya. Dan jaminan bermain reguler adalah harapan yang ia canangkan ketika memilih hengkang.
Cara perpisahan dengan klub yang dibelanya bertahun-tahun itu tentu sangat tidak layak untuk pemain sekaliber Casillas. Tapi ia yang memilihnya dengan berbagai alasan yang tentu sudah ia pikirkan matang-matang. Ia mungkin berharap bisa kembali suatu saat nanti. Dengan, atau tidak sebagai pemain. Harapan besar itu yang membuatnya masih sangat layak untuk menangis sampai kini. Setidaknya, untuk menunjukkan penyesalan perpisahan dan cintanya kepada Madrid.
Ia berjanji akan tetap meneriakkan Hala Madrid di manapun ia berada. Bukti cinta yang tak pudar. Ia mungkin merasa dikhianati oleh managemen dengan keadaan yang menimpanya beberapa tahun lalu di akhir masa pengabdiannya. Ia mungkin masih berharap, Florentino Perez dan pelatih yang menukangi tim akan menyatakan minat untuk mempertahankannya sebagai legenda yang tetap ada dalam klub. Atau setidaknya, pelatih bersikeras meminta presiden klub untuk memasangnya dalam skuad reguler dan memberinya waktu yang layak.
Nyatanya itu tidak terjadi. Rafael Benitez dengan kepemimpinannya yang lemah membiarkan Casillas pergi begitu saja. Dan keputusan itu menjadi akhir masa bakti Iker Casillas kepada Madrid. Namun, dedikasi, nama, dan cintanya akan tetap ada di sana.
Casillas mungkin masih bermain sampai saat ini. Tetapi semangatnya tentu berbeda. Ia menjalani separuh hati untuk sepakbola yang ia jalani. Sebab separuhnya tertinggal di Madrid.
"My Life Wouldn't Have Meaning Without Real Madrid" Iker Casillas Fernández


Komentar

Postingan Populer